BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Akhlak ialah sifat-sifat yang dibawa
manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwanya dan selalu ada padanya. Sifat
itu dapat lahir berupa perbuatan baik, disebut akhlak mulia, atau perbuatan
buruk, disebut akhalak yang tercela sesuai dengan pembinaannya.
B.
RUMUSAN MASALAH
Sesuai dengan pokok masalah yang
dibicarakan tentang, “Akhlak” maka rumusan masalah ini difokuskan
pada :
1.
Apa
yang dimaksud dengan Akhlak itu?
2.
Apa yang
termasuk dalam ruang lingkup dari akhlak?
3.
Jelaskan
ruang lingkup akhlak trsebut!
4.
Jelaskan
problematika perbuatan baik dan buruk!
C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah bagaimana kita dapat mengerti
cara yang tepat berakhlak yang baik kepada semua aspek dalam kehidupan ini,
dikarenakan semua aspek tergantung akhlak manusia yang berada di sekitar daerah
tersebut. Jadi, tujuan penulisan makalah ini kurang lebih sebagai berikut:
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Akhlak.
Dengan mempelajari dan memahami bahan makalah ini, tentang pembahasan
Akhlak, maka kita dituntut agar dapat mengamalkannya di dalam kehidupan
sehari-hari, sehingga kita bisa menjadi umat yang berakhlak mulia. Amien.
BAB II
AKHLAK
A.
Pengertian Akhlak
Akhlak secara terminologi berarti tingkah laku seseorang
yang didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan
yang baik.
Secara bahasa, akhlak berasal dari kata al-khuluq yang
berarti kebiasaan (al- sajiyyah) dan tabiat (al-thab’u). Sedangkan secara
istilah, akhlak adalah sifat-sifat yang diperintahkan Allah kepada seorang
muslim untuk dimiliki tatkala ia melaksanakan berbagai aktivitasnya.
Sifat-sifat Akhlak ini nampak pada diri seorang muslim tatkala dia melaksanakan
berbagai aktivitas apabila ia melaksanakan aktivitas-aktivitas tersebut secara
benar.
Tiga pakar di bidang akhlak yaitu Ibnu Miskawaih, Al
Gazali, dan Ahmad Amin menyatakan bahwa akhlak adalah perangai yang melekat
pada diri seseorang yang dapat memunculkan perbuatan baik tanpa
mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu.
B.
Syarat
Tolong-menolong merupakan salah satu akhlak baik terhadap sesama.
Ada empat hal yang harus ada apabila seseorang ingin dikatakan berakhlak.
1. Perbuatan yang baik atau buruk.
2. Kemampuan melakukan perbuatan.
3. Kesadaran akan perbuatan itu
4. Kondisi jiwa yang membuat cenderung melakukan perbuatan
baik atau buruk
C.
Moral
Moral, etika dan akhlak memiliki pengertian yang sangat
berbeda. Moral berasal dari bahasa latin yaitu mos, yang berarti adat istiadat yang menjadi dasar untuk mengukur
apakah perbuatan seseorang baik atau buruk. Dapat dikatakan baik buruk suatu
perbuatan secara moral, bersifat lokal. Sedangkan akhlak adalah tingkah laku
baik, buruk, salah benar, penilaian ini dipandang dari sudut hukum yang ada di
dalam ajaran agama.
D.
Pembagian Akhlak
1.
Akhlak Baik (Al-Hamidah)
·
Jujur (Ash-Shidqu)
·
Berprilaku baik
(Husnul Khuluqi)
·
Malu (Al-Haya')
·
Rendah hati
(At-Tawadlu')
·
Murah hati
(Al-Hilmu)
·
Sabar (Ash-Shobr)
2.
Akhlak Buruk
(Adz-Dzamimah)
·
Mencuri/mengambil
bukan haknya
·
Iri hati
·
Membicarakan kejelekan
orang lain (bergosip)
·
Membunuh
·
Segala bentuk
tindakan yang tercela dan merugikan orang lain ( mahluk lain)
E.
Pengaruh Akhlak
Sesungguhnya
akhlak maupun kewajiban-kewajiban syari’at yang lain akan menjadikan seorang
muslim memiliki kepribadian yang unik (syakhshiyyah mutamayyizah)
tatkala ia bermu’amalat dengan orang lain. Itu dapat menjadikan orang-orang
mempercayai perkataan-perkataan dan tindakan-tindakan dirinya.
Akhlak Islam
menciptakan rasa cinta kasih dan saling menghormati sesama individu-individu
dalam keluarga secara khusus, dan antara individu-individu masyarakat secara
umum.
Salah satu
pengaruh dari Akhlak Islamiyyah adalah, pahala yang akan diberikan Allah swt
kepada kepada sorang muslim di akhirat kelak. Orang-orang yang memiliki akhlak
yang baik di dunia ini akan menjadi kerabat Rasulullah saw di akhirat dan
menemani Beliau dalam merasakan kenikmatan surga.
BAB III
RUANG LINGKUP AKHLAK
A.
Akhlak kepada Allah
Akhlak terhadap
Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan selain Allah. Dia
memiliki sifat-sifat terpuji demikian Agung sifat itu. Jangankan manusia,
malaikatpun tidak akan menjangkau hakekatnya.
Beberapa akhlak
yang sudah menjadi kewajiban bagi kita sebagai mahluk kepada kholiq-Nya,
diantaranya:
·
Beribadah kepada Allah, yaitu melaksanakan perintah
Allah untuk menyembah-Nya sesuai denganperintah-Nya. Seorang muslim beribadah
membuktikan ketundukkan terhadap perintah Allah.
·
Berzikir kepada Allah, yaitu mengingat Allah dalam
berbagai situasi dan kondisi, baik diucapkan dengan mulut maupun dalam hati.
Berzikir kepada Allah melahirkan ketenangan dan ketentraman hati.
·
Berdo’a kepada Allah, yaitu memohon apa saja kepada
Allah. Do’a merupakan inti ibadah, karena ia merupakan pengakuan akan
keterbatasan dan penerapan akhlak dalam Kehidupan.
·
Tawakal kepada Allah, yaitu berserah diri sepenuhnya
kepada Allah dan menunggu hasil pekerjaan atau menanti akibat dari suatu
keadaan.
·
Tawaduk kepada Allah, yaitu rendah hati di hadapan
Allah. Mengakui bahwa dirinya rendah dan hina di hadapan Allah Yang Maha Kuasa,
oleh karena itu idak layak kalau hidup dengan angkuh dan sombong, tidak mau
memaafkan orang lain, dan pamrih dalam melaksanakan ibadah kepada Allah.
B.
Akhlak Kepada Rasulullah
Berakhlak kepada
Rasulullah dapat diartikan suatu sikap yang harus dilakukan manusia kepada
Rasulullah sebagai rasa terima kasih atas perjuangannya membawa umat manusia
kejalan yang benar.
Cara Berakhlak Kepada Rasulullah
·
Mengikuti
dan mentaati Rasulullah SAW
Mengikuti dan mentaati Rasul merupakan sesuatu yang bersifat mutlak bagi
orang-orang yang beriman. Karena itu, hal ini menjadi salah satu bagian penting
dari akhlak kepada Rasul.
·
Mencintai
dan memuliakan Rasulullah
Keharusan yang harus kita tunjukkan dalam akhlak yang baik kepada Rasul
adalah mencintai beliau setelah kecintaan kita kepada Allah Swt. Nabi Muhammad
SAW, bersabda: “Tidak beriman salah seorang diantaramu, sehingga aku lebih
dicintai olehnya daripada dirinya sendiri, orang tuanya, anaknya dan manusia
semuanya”. (H.R. Bukhari Muslim).
·
Mengucapkan
sholawat dan salam kepada Rasulullah
Mengucapkan
sholawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai tanda ucapan terimakasih
dan sukses dalam perjuangannya.
·
Mencontoh
akhlak Rasulullah.
Meniru akhlak
yang telah ditunjukkan rasulullah dengan prilaku beliau.Melanjutkan.
·
Misi
Rasulullah.
Misi Rasul adalah menyebarluaskan dan menegakkan nilai-nilai Islam.
·
Menghormati Pewaris Rasul
Dinyatakan oleh Rasulullah Saw: “Dan sesungguhnya
ulama adalah pewaris Nabi. Sesungguhnya Nabi tidak tidak mewariskan uang dinar
atau dirham, sesungguhnya Nabi hanya mewariskan ilmui kepada mereka, maka
barangsiapa yang telah mendapatkannya berarti telah mengambil bagian yang besar”
(HR. Abu Daud dan Tirmidzi).
·
Menghidupkan Sunnah Rasul
Menghidupkan sunnah Rasul menjadi sesuatu yang amat penting sehingga begitu
ditekankan oleh Rasulullah Saw.
C.
Akhlak kepada Diri Sendiri
Akhlak terhadap
diri sendiri adalah sikap seseorang terhadap diri pribadinya baik itu jasmani
sifatnya atau ruhani. Kita harus adil dalam memperlakukan diri kita, dan jangan
pernah memaksa diri kita untuk melakukan sesuatu yang tidak baik atau bahkan
membahayakan jiwa
Adapun Kewajiban
kita terhadap diri sendiri dari segi akhlak, di antaranya:
·
Sabar, yaitu prilaku seseorang terhadap dirinya
sendiri sebagai hasil dari pengendalian nafsu dan penerimaan terhadap apa yang
menimpanya. Sabar diungkapkan ketika melaksanakan perintah, menjauhi larangan
dan ketika ditimpa musibah.
·
Syukur, yaitu sikap berterima kasih atas pemberian
nikmat Allah yang tidak bisa terhitung banyaknya. Syukur diungkapkan dalam
bentuk ucapan dan perbuatan. Syukur dengan ucapan adalah memuji Allah dengan
bacaan Alhamdulillah, sedangkan syukur dengan perbuatan dilakukan dengan
menggunakan dan memanfaatkan nikmat Allah sesuai dengan aturan-Nya.
·
Tawaduk, yaitu rendah hati, selalu menghargai siapa
saja yang dihadapinya, orang tua, muda, kaya atau miskin. Sikap tawaduk
melahirkan ketenangan jiwa, menjauhkan dari sifat iri dan dengki yang menyiksa
diri sendiri dan tidak menyenangkan orang lain.
Akhlak kepada diri sendiri terdiri dari:
a.
Berakhlak
Terhadap Jasmani.
·
Menjaga
Kebersihan Dirinya
·
Menjaga makan
minumnya.
·
Tidak mengabaikan
latihan jasmaninya
·
Rupa diri
b.
Berakhlak
Terhadap Akalnya
·
Memenuhi
akalnya dengan ilmu
·
Penguasaan
ilmu
c.
Berakhlak
Terhadap Jiwa
·
Bertaubat
·
Bermuqarabah
·
Bermuhasabah
·
Bermujahadah
·
Memperbanyak
ibadah
·
Menghadiri
majlis Iman
D.
Akhlak kepada keluarga
Akhlak terhadap keluarga adalah mengembangkan kasih sayang di antara
anggota
keluarga yang diungkapkan dalam bentuk komunikasi.
Akhlak kepada ibu bapak adalah berbuat baik kepada keduanya dengan ucapan dan
perbuatan. Berbuat baik kepada ibu bapak dibuktikan dalam bentuk-bentuk
perbuatan antara lain : menyayangi dan mencintai ibu bapak sebagai bentuk
terima kasih dengan cara bertutur kata sopan dan lemah lembut, mentaati
perintah, meringankan beban, serta menyantuni mereka jika sudah tua dan tidak
mampu lagi berusaha.
Akhlak Terhadap Orang Tua (Ibu Dan Bapak)
1. Akhlak terhadap orang tua yang masih hidup
Orang tua (ibu dan bapak) adalah orang secara jasmani
menjadi asal keturunan anak. Orang tua tidak
mengharapkan balas jasa dari anak atas semua pengorbanan yang diberikan kepada
anak. Harapan orang tua hanya satu yaitu kelak anaknya menjadi anak yang saleh
dan salehah, anak yang memberi kebahagiaan orang di dunia dan mendo’akan mereka
setelah mereka meninggal dunia.
Atas dasar itu, antara lain yang menyebabkan seorang anak
harus berbakti kepada orang tua, bukan saja saat keduanya masih hidup, tetapi
kebaktian anak itu harus lanjut sampai kedua orang tuanya meninggal.
2. Akhlak terhadap orang tua yang Sudah Meninggal
Orang tua yang sudah meninggal dunia tidak lagi dapat
menerima apa-apa, selain apa yang mereka lakukan selama di dunia kecuali jika
mereka memiliki tiga hal yang mensubsidi bekal berupa pahala untuk mereka di
akhirat sebagai tambahan dari mereka bawa dari dunia, yaitu sedekah jariyah,
ilmu yang diajarkan, dan anak yang saleh yang mendo’akannya.
Seorang ayah atau ibu yang sudah meninggal dunia masih
memiliki hak mendapatkan limpahan pahala dari do’a yang disampaikan anaknya. Hal ini juga
mengandung arti bahwa anak memiliki kewjiban mendo’akan orang tuanya yang sudah
meninggal.
E.
Akhlak terhadap lingkungan
Maksud
dari lingkungan di sini adalah segala
sesuatu yang berada di sekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun
benda-benda tak bernyawa.
Akhlak terhadap
lingkungan adalah segala sesuatu yang berada disekitar manusia, baik binatang,
tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda tak bernyawa. Pada dasarnya akhlak yang
diajarkan oleh Al-Qur’an terhadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia
sebagai khalifah. Kekhalifaan menuntut adanya interaksi antara manusia dengan
sesamanya, dan manusia dengan alam. Kekhalifaan juga mengandung arti
pengayoman, pemeliharaan, serta pembimbingan, agar setiap makhluk mencapai
tujuan penciptaannya.
Akhlak terhadap
lingkungan dapat diwujudkan dalam bentuk perbuatan manusia yaitu dengan menjaga
keserasian dan kelestarian serta tidak merusak limgkungan hidup. usaha-usaha
yang dilakukan juga harus memperhatikan masalah-masalah kelestarian lingkungan.
Apa yang kita saksikan saat ini adalah bukti ketiadaan akhlak terhadap
lingkungan. Sehingga akhirnya, akibatnya menimpa manusia sendiri. Banjir, tanah
longsor, kebakaran, dan isu yang sering dibicarakan yaitu “global warming”
sedang mengancam manusia.
F.
Akhlak kepada Sesama Manusia
Berakhlak baik terhadap sesama pada hakikatnya merupakan wujud dari rasa
kasih sayang dan hasil dari keimanan yang benar, sebagaimana sabda Rasulullah
saw, “Mukmin yang paling sempurna imanya ialah yang paling baik akhlaknya.
Dan yang paling baik diantara kamu ialah mereka yang paling baik terhadap
isterinya“. (HR. Ahmad).
a.
Akhlak
kepada sesama muslim
Diantara akhlak
terpenting terhadap sesama Muslim adalah :
1.
Memberi
bantuan harta dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
2.
Menyebarkan
salam
3.
Menjenguknya
jika ia sakit
4.
Menjawabnya
jika ia bersin
5.
Mengunjunginya
karena Allah
6.
Memenuhi
undangannya jika dia mengundangmu
7.
Tidak
menyebut-nyebut aibnya dan menggunjingnya, secara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi
8.
Berbaik
sangka kepadanya.
b.
Akhlak
kepada non muslim
Maksudnya
adalah para utusan yang dikirim oleh orang-orang kafir sebagai duta dan
penghubung antara kaum muslimin dengan kaum kafir. Keadilan dan kasih sayang
Islam tidak memperbolehkan untuk membunuh dan menyakiti mereka. Karena, dalam
Islam terdapat ajaran (agar menjaga dan mentaati) perjanjian dan ikatan janji.
Ini diantara gambaran cara bergaul tingkat tinggi dari kaum muslimin, atau dari
agama Islam, atau dari Nabi Islam kepada orang-orang kafir, non Islam.
1.
Saling
toleransi dalam hal masalah agama (ibadah)
2.
Melindunginya
kalau mereka meminta pertolongan
3.
Jangan
saling menyakiti
G.
Akhlak politik
Akhlak politik
dalam Islam bermula dari niat dan tujuan memasuki kancah politik. Seorang yang
ingin berkecimpung dalam dunia politik, baik sebagai legislatif, yudikatif
maupun eksekutif, harus mempunyai niat dan motivasi yang benar.
Niat dan tujuan berpolitik menurut Islam
adalah:
1.
Menegakkan
keadilan dan kebenaran
2.
Membela
kepentingan rakyat
3.
Menyeru
kebaikan (amar ma'ruf) dan mencegah kemunkaran (nahi munkar).
Akhlak politik
dalam Islam, meniscayakan iman dan taqwa sebagai landasan politik yang hendak
dibangun. Menjalankan politik tanpa iman dan taqwa, mempunyai implikasi yang
riskan bagi pembangunan bangsa. Dalam GBHN sendiri dinyatakan bahwa asas
pembangunan nasional adalah iman dan taqwa, termasuk pembangunan politik.
Tanpa iman dan
taqwa, seorang figur politik akan mudah terjerumus kepada keputusan dan
perilaku politik yang menyimpang. Tanpa iman dan taqwa, seorang politisi akan
tega menginjak-injak kebenaran dan keadilan dan membiarkan kemungkaran di depan
matanya.
Al-Mawardi, ahli
politik Islam klasik terkemuka (w.975 M) merumuskan syarat-syarat seorang
politisi sebagai berikut:
1.
Bersifat
dan berlaku adil
2.
Mempunyai
kapasitas intelektual dan berwawasan luas
3.
Profesional
4.
Mempunyai
visi yang jelas
5.
Berani
berjuang untuk membela kepentingan rakyat.
Senada dengan
formulasi Al-Mawardi tersebut, Ibnu Taymiyah dalam karyanya As-Siyasah
Asy-syar'iyah menyebutkan, bahwa pemimpin politik harus mempunyai kualitas
moral dan intelektual, adil, amanah (jujur) dan mempunyai kecakapan.
Islam mengandung
ajaran yang berlimpah tentang etika dan moralitas kemanusiaan, termasuk etika
dan moralitas politik. Karena itu, wacana politik tidak bisa dilepaskan dari
dimensi etika dan moralitas. Melepaskan politik dari gatra moral-etis, berarti
mereduksi Islam yang komprehensif dan mencabut akar doktrin Islam yang sangat
fundamental, yakni akhlak politik. Dengan demikian, muatan etika dalam wacana
politik merupakan keniscayaan yang tak terbantahkan.
Politik dalam
Islam menjuruskan kegiatan umat kepada usaha untuk mendukung dan melaksanakan
syari’at Allah melalui sistem kenegaraan dan pemerintahan. la bertujuan untuk
menyimpulkan segala sudut Islam yang syumul melalui satu institusi yang
mempunyai syahksiyyah untuk menerajui dan melaksanakan undang undang.
Asas asas sistem politik Islam ialah:
1.
Hakimiyyah
Ilahiyyah
Hakimiyyah atau
memberikan kuasa pengadilan dan kedaulatan hukum tertinggi dalam sistem politik
Islam hanyalah hak mutlak Allah. Tidak mungkin ianya menjadi milik sesiapa pun
selain Allah dan tidak ada sesiapa pun yang memiliki suatu bahagian
daripadanya.
2.
Risalah
Jalan kehidupan
para rasul diiktiraf oleh Islam sebagai sunan al huda atau jalan jalan hidayah.
Jalan kehidupan mereka berlandaskan kepada segala wahyu yang diturunkan
daripada Allah untuk diri mereka dan juga untuk umat umat mereka. Para rasul
sendiri yang menyampaikan hukum hukum Allah dan syari’at syari’at Nya kepada
manusia.Dalam sistem politik Islam, Allah telah memerintahkan agar manusia
menerima segala perintah dan larangan Rasulullah s.a.w. Manusia diwajibkan
tunduk kepada perintah perintah Rasulullah s.a.w dan tidak mengambil selain
daripada Rasulullah s.a.w untuk menjadi hakim dalam segala perselisihan yang
terjadi di antara mereka.
3.
Khalifah
Khilafah berarti
perwakilan. Dengan pengertian ini, ia bermaksud bahwa kedudukan manusia di atas
muka bumi ialah sebagai wakil Allah. Ini juga bermaksud bahawa di atas
kekuasaan yang telah diamanahkan kepadanya oleh Allah, maka manusia dikehendaki
melaksanakan undang undang Allah dalam batas batas yang ditetapkan. Di atas
landasan ini, maka manusia bukanlah penguasa atau pemilik, tetapi ia hanyalah
khalifah atau wakil Allah yang menjadi Pemilik yang sebenarnya.
H.
Akhlak Dalam Bidang Ekonomi
Kegiatan yang
dilarang dalam praktek bisnis adalah monopoli, monopsoni, penguasaan pasar,
persekongkolan, posisi dominan, jabatan rangkap, pemilikan saham mayoritas pada
beberapa perusahaan sejenis (Elsi Kartika Sari, Hukum dalam Ekonomi, Grasindo,
Jakarta, 2007. hlm. 172).
Persoalan
monopoli sesungguhnya merupakan persoalan yang sangat menarik untuk dibahas.
Bahkan permasalahan ini telah mendapat perhatian yang sangat serius dari ajaran
Islam. Monopoli adalah komponen utama yang akan membuat kekayaan terkonsentrasi
di tangan segelintir kelompok, sehingga menciptakan kesenjangan sosial dan
ekonomi.
Para ulama
terkemuka abad pertengahan pun, seperti Ibn Taimiyyah, Ibn al-Qayyim
al-Jauziyyah, dan Ibn Khaldun, telah pula melakukan kajian yang mendalam
tentang praktik monopoli. Ibn Taimiyyah misalnya, dalam kitabnya Al-Hisbah fil
Islam menyatakan bahwa ajaran Islam sangat mendorong kebebasan untuk melakukan
aktivitas ekonomi sepanjang tidak bertentangan dengan aturan agama.
Sementara itu,
Ibn Khaldun dalam kitab Muqaddimah juga menyatakan pentingnya peran negara
dalam menciptakan keadilan ekonomi dan keseimbangan pasar. Ia menegaskan bahwa
pajak (dan juga denda) adalah instrumen yang dapat digunakan oleh negara untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, sekaligus untuk mengeliminasi praktik-praktik
kecurangan yang terjadi di pasar, termasuk praktik-praktik monopoli yang
dilakukan oleh segelintir pebisnis
I.
Akhlak Dalam Rumah Tangga
Melihat akhlak
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada keluarganya maka hal ini
tidak hanya berlaku kepada para suami, sehingga para istri merasa suami sajalah
yang tertuntut untuk berakhlak mulia kepada istrinya. Sama sekali tidak dapat
dipahami seperti itu. Karena akhlak mulia ini harus ada pada suami dan istri
sehingga bahtera rumah tangga dapat berlayar di atas kebaikan. Memang suamilah
yang paling utama harus menunjukkan budi pekerti yang baik dalam rumah
tangganya karena dia sebagai qawwam, sebagai pimpinan. Kemudian dia tertuntut
untuk mendidik anak istrinya di atas kebaikan sebagai upaya menjaga mereka dari
api neraka.
Seorang istri
pun harus memerhatikan perilakunya kepada sang suami, sebagai pemimpin
hidupnya. Tak pantas ia “menyuguhi” suaminya ucapan yang kasar, sikap
membangkang, membantah dan mengumpat. Tak semestinya ia tinggi hati terhadap
suaminya, dari mana pun keturunannya, seberapa pun kekayaannya dan setinggi apa
pun kedudukannya. Tak boleh pula ia melecehkan keluarga suaminya, menyakiti
orang tua suami, menekan suami agar tidak memberikan nafkah kepada orang tua
dan keluarganya.
Kenyataannya,
banyak kita dapati istri yang berani kepada suaminya. Tak segan saling berbantah
dengan suami, bahkan adu fisik. Ia tak merasa berdosa ketika membangkang pada
perintah suami dan tidak menuruti kehendak suami. Istri yang seperti ini
gambarannya jelas bukan istri yang berakhlak mulia dan bukanlah istri shalihah.
Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam memandang perlu memberi kabar gembira kepada
para sahabatnya tentang perbendaharaan harta mereka yang terbaik, di mana harta
ini lebih baik dan lebih kekal yaitu istri yang shalihah, yang cantik lahir
batin. Karena istri yang seperti ini akan selalu menyertai suaminya. Bila
dipandang suaminya, ia akan menyenangkannya. Ia tunaikan kebutuhan suaminya
bila suami membutuhkannya. Ia dapat diajak bermusyawarah dalam perkara suaminya
dan ia akan menjaga rahasia suaminya. Bantuannya kepada suami selalu diberikan,
ia menaati perintah suami. Bila suami sedang bepergian meninggalkan rumah, ia
akan menjaga dirinya, harta suaminya, dan anak-anaknya.
BAB IV
PERSOALAN AKHLAK
A.
Akhlak Karimah
Karimah berarti mulia, terpuji, baik. Apabila
perbuatan yang keluar atau yang dilakukan itu baik dan terpuji menurut syariat
dan akal maka perbuatan itu dinamakan akhlak yang mulia atau akhlakul karimah.
Rasulullah saw juga bersabda:“Mukmin yang paling
sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR. Abu Dawud dan
Tirmidzi)
Fungsi akhlakul karimah dalam kehidupan adalah sebagai buah dari
satu-satunya latar belakang diciptakannya manusia, yaitu untuk beribadah
(menyembah) kepada Allah swt. Karena akhlakul karimah merupakan cermin dari
berbagai aktivitas ibadah kepada Allah swt. Tanpa buah (akhlakul karimah) ini
maka ibadah hanyalah sebagai upacara dan gerak-gerik yang tidak memiliki nilai
dan manfaat apa-apa.
Contoh-contoh
akhlak karimah:
1.
Ikhlas
Ikhlas pada
dasarnya berarti memurnikan perbuatan dari pengaruh-pengaruh makhluk. Abu
Al-Qasim Al-Qusyairi mengemukakan arti ikhlas dengan menampilkan sebuah riwayat
dari Nabi Saw, “Aku pernah bertanya kepada Jibril tentang ikhlas. Lalu Jibril
berkata, “Aku telah menanyakan hal itu kepada Allah,” lalu Allah berfirman,
“(Ikhlas) adalah salah satu dari rahasiaku yang Aku berikan ke dalam hati
orang-orang yang kucintai dari kalangan hamba-hamba-Ku.”
2.
Amanah
Secara bahasa
amanah bermakna al-wafa’ (memenuhi) dan wadi’ah (titipan) sedangkan secara definisi
amanah berarti memenuhi apa yang dititipkankan kepadanya.
3.
Adil
Adil berarti
menempatkan/meletakan sesuatu pada tempatnya. Adil juga tidak lain ialah berupa
perbuatan yang tidak berat sebelah.
4.
Bersyukur
Syukur menurut
kamus “Al-mu’jamu al-wasith” adalah mengakui adanya kenikmatan dan
menampakkannya serta memuji (atas) pemberian nikmat tersebut.Sedangkan makna
syukur secara syar’i adalah : Menggunakan nikmat AllahSWT dalam (ruang lingkup)
hal-hal yang dicintainya.
5.
Berani
Pemberani adalah
Sikap pantang menyerah. Salah satu sifat yang dikaruniakan oleh Allah SWT
kepada setiap manusia, meskipun dalam hatinya merasa takut namun tetap
maju meskipun rasa takut menyelimutinya.
6.
Malu
Malu adalah akhlak (perangai) yang mendorong seseorang untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan
yang buruk dan tercela, sehingga mampu menghalangi seseorang dari melakukan
dosa dan maksiat serta mencegah sikap melalaikan hak orang lain.
7.
Jujur
Jujur dapat diartikan bisa menjaga amanah. Amanah adalah ibarat barang
titipan yang harus dijaga dan dirawat dengan sungguh-sungguh dan penuh tanggung
jawab. Berhasil atau tidaknya suatu amanat sangat tergantung pada kejujuran
orang yang memegang amanat tersebut.
B.
Akhlak mazmumah
Akhlak
Mazmumah (tercela) adalah perbuatan yang tidak dibenarkan oleh agama (Allah dan
RasulNya).
Contoh-contoh akhlak
mazmumah :
1.
Sombong, Yaitu orang yang tidak mensyukuri nikmat yang dianugerahkan
kepadanya.
2.
Angkuh, Yaitu suka memandang rendah orang lain
3.
Egois,Yaitu
selalu mementingkan diri sendiri, dan cenderung kurang bersosialisasidengan sesame
4.
Pembenci,
Yaitu sifat yang kurang bisa memaafkan kesalahan orang lain
5.
Pendusta,
Yaitu selalu berkata bohong
Waso’al Dja’far, menerangkan sifat-sifat
seorang muslim adalah, sebagai berikut :
1.
Siddiq, lurus dalam perkataan, lurus dalam
perbuatan.
2.
Amanah, jujur, boleh dipercaya tentang apa
saja.
3.
Sabar, takan menanggung barang atau perkara
yang menyusahkan, tahan uji.
4.
Ittihad, bersatu didalam mengerjakan kebaikan
dan keperrluan.
5.
Ihsan, berbuat baik kepada orang tuanya,
kepada keluarganya dan kepada siapapun.
6.
Ri’yatul Jiwar, menjaga kehormatan
tetangga-tetangga.
7.
Wafa ‘bil ahdi, memenuhi dan menepati
kesanggupan atau perjanjian.
8.
Tawasau bil haq, pesan memesan, menepati dan
memegang barang hak atau kebenaran.
9.
Ta’awun, tolong menolong atas kebaikan.
10. Athfi
‘alad-dla’if,
sayang hati kepada orang-orang yang lemah dan papa.
11. Muwasatil faqier, menghiburkan
hati orang fakir atau miskin.
12. Rifqi, berhati belas
kalian sehingga kepada hewan sekalipun (Waso’al Dja’far, Addien, 1951:25).
C.
Perbuatan Baik dan Buruk
Perbuatan baik adalah :
·
Sesuatu
yang telah mencapai kesempurnaan
·
Sesuatu
yang menimbulkan rasa keharusan dalam kepuasan, kesenangan, persesuaian dan
seterusnya.
·
Sesuatu
yang mempunyai nilai kebenaran atau nilai yang diharapkan, yang memberikan
kepuasan
·
Sesuatu
dengan sesuai dengan keinginan yang bersifat berfitrah
·
Sesuatu
hal yang dikatakan baik, bila ia mendatangkan rahmat, memberikan perasaan
senang atau bahagia.
Perbuatan buruk adalah :
·
Sesuatu
yang tidak baik, tidak seperti seharusnya, tidak sempurna dalam kualitas, di
bawah standart, kurang dalam nilai dan tidak mencukupi.
·
Sesuatu
yang keji, jahat, tidak bermoral dan tidak menyenangkan
·
Adalah
segala sesuatu yang tercela, karena melanggar norma-norma atau aturan-aturan
menurut yang ditetapkan oleh syara’ (agama).
D.
Persepsi Manusia Tentang Baik dan Buruk
Banyak orang
yang berselisih pendapat untuk menilai suatu perbuatan, ada yang melihatnya
baik dan ada yang melihatnya buruk. Dpandang baik oleh suatu masyarakat atau
bangsa dipandang buruk yang lain. Dipandang baik pada waktu ini dinilai buruk
pada waktu yang lain.
Selanjutnya
dalam menetapkan nilai perbuatan manusia, selain memperhatikan nilai yang
mendasarinya, kriteria lain yang harus diperhatikan adalah cara melakukan
perbuatan itu. Meskipun seseorang mempunyai niat baik, tetapi lakukan dengan
cara yang salah, dia dinilai tercela karena salah melakukannya, bukan tercela
karena niatnya. Kadang-kadang tercelanya manusia itu dapat berpangkal dari
keyakinan yang salah, bukan karena niatnya.
Dari uraian di
muka tentang tingkah laku manusia dapat diketahui bahwa element-element pokok
yang perlu diperhatikan padanya adalah :
·
Kehendak
(Karsa), yakni sesuatu yang mendorong yang ada di dalam jiwa manusia.
·
Manifestasi
dari kehendak, yaitu cara dalam merealisir kehendak tersebut. Barangkali hal
ini dapat disamakan dengan ungkapan karya, yakni perbuatan dalam mewujudkan
karsa tadi. Kalau karsa dan karya menjadi satu, maka bisa dipastikan adanya
aktivitas yang tidak kecil artinya.
·
Selanjutnya
untuk menialai baik buruknya niat dan cara seseorang dalam melakukan
perbuatannya haruslah berdasarkan ajaran Islam sebagaimana firman Allah SWT.
Dalam QS. An-Nisa (4) Terjemahannya :“Hai orang-orang yang beriman, taatilah
Allah dan taati Rasul-Nya dan oramg-orang yang memegang kekuasaan diantara
kamu, kemudian jika kamu berlainan perndapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebi utama bagi
kamu dan lebih baik akibatnya”.
E.
Penilaian Baik Dan Buruk Dari Berbagai Aspek
Sikap manusia
tidak selamanya baik dan juga tidak selamanya buruk. Ada waktunya seorang
melakukan hal baik dan ada waktunya seorang manusia melakukan hal buruk. Baik
dan buruk merupakan dua sifat yang terdapat dalam manusia, dan kedua sifat tersebut
saling bertentangan atau berkebalikan. Secara garis besar seseorang dikatakan
baik apabila ia mendatangkan rahmat, dan memberikan perasaan senang, atau
bahagia (sesuatu dikatakan baik bila ia dihargai secara positif). Sedangkan
pengertian buruk adalah segala sesuatu tercela. Perbuatan buruk berarti
perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma masyarakat yang berlaku.
Pendefinisian arti dari kata baik dan buruk pun memiliki banyak makna. Dibawah
ini akan dijelaskan tentang batasan-batasan seorang manusia dikatakan telah
melakukan hal baik atau hal buruk dalam hidupnya.
1.
Menurut
Agama
Kebaikan
dan keburukan menurut agama merupakan taqwa. Taqwa merupakan suatu sikap yang
menjalankan segalah perintah tuhan dan menjauhi semua yang dilarang oleh tuhan
yang maha esa.
2.
Menurut
Paham Kebahagiaan (Hedonisme)
Menurut
paham ini baik dikatakan bahwa jika tingkah laku atau perbuatan yang melahirkan
kebahagiaan dan kenikmatan atau kelezatan bagi dirinya sendiri. Dikatakan buruk
apabila seorang mengusik keasikan seorang yang berpaham hedonisme dalam
menikmati segala sesuatu yang dia sukai. Ada tiga sudut pandang dari paham ini:
·
Hedonisme
individual atau egostik hedonism yang menilai bahwa jika suatu keputusan baik
bagi pribadinya maka disebut baik, sedangkan jika keputusan tersebut tidak baik
maka itulah yang buruk.
·
Hedonisme
rasional atau rationalistic hedonism yang berpendapat bahwa kebahagiaan atau
kelezatan individu itu haruslah berdasarkan pertimbangan akal sehat.
·
Universal
hedonisme yang menyatakan bahwa yang menjadi tolak ukut apakah suatu perbuatan
itu baik atau buruk adalah mengacu kepada akibat perbuatan itu melahirkan
kesenangan atau kebahagiaan kepada seluruh makhluk.
3.
Menurut
Bisikan Hati (Intuisi)
Bisikan
hati adalah kekuatan batin yang dapat menidentifikasi apakah sesuatu perbuatan
itu baik atau buruk tanpa terlebih dahulu melihat akibat yang dtimbulkan
perbuatan itu. Bisikan hati lebih banyak membantu kita dalam memilih hal-hal
yang baik, dan mencegah kita dalam meilih hal-hal yang menurutnya kurang baik.
Faham ini merupakan bantahan terhadap faham hedonisme yang telah dibahas.
Tujuan utama dari aliran ini adlah keutamaan keunggulan, keistimewaan yang
dapat juga diartikan sebagai kebaikan budi pekerti.
4.
Menurut
Evolusi
Paham
ini berpendapat bahwa segaa sesuatu yang ada di alam ini selalu (secara
berangsur-angsur) mengalami perubahan yaitu berkembang menuju kearah
kesempurnaan. Dengan mengadopsi teori darwin bahwa nilai moral harus selalu
berkompetisi dengan nilai yang lainnya, bahkan dengan segala yang ada di alam
ini, dan nilai moral yang bertahan (tetap) yang dikatakan dengan baik, dan
nilai-nilai yang tidak bertahan (kalah dengan perjuangan antar nilai) dipandang
sebagai buruk. Dalam paham evolusi ini dikenal dengan Hukum Rimba, yang artinya
bahwa siapa yang terkuatlah dan bisa beradaptasilah dia yang menang dan
bertahan hidup dan tidak mati.
5.
Menurut
Eudacminisme
Prinsip
pokok paham ini adalah kebahagiaan bagi diri sendiri dan kebahagiaan bagi orang
lain. Menurut Aristoteles, untuk mencapat eudaemonia ini diperlukan 4 hal,
yaitu pertama kesehatan, kebebasan, kemerdekaan, kekayaan dan kekuasaan. Kedua
kemauaan. Ketiga Perbuatan baik. Dan yang terakhir keempat pengetahuan
batiniah.
6.
Menurut
Aliran Pragmatisme
Aliran
ini menitik beratkan pada hal-hal yang berguna dari diri sendiri baik yang
bersifat moral maupun material. Yang menjadi titik beratnya adalah pengalaman
oleh karena itu penganut paham ini tidak mengenal istilah kebenaran sebab
kebenaran bersifat abstrak dan tidak akan diperoleh dalam dunia empiris.
7.
Menurut
Aliran Naturalisme
Menurut
aliran ini dalam menjadi tolak ukuran baik dan buruk adalah, apakah sesuai
dengan keadaan alam. Apabila alami maka dikatakan baik, sedangkan apabila tidak
alami dipandang buruk. Jean Jack Rousseau mengemukakan bahwa kemajuan
pengetahuan dan kebudayaan adalah menjadi perusak alam semesta, maka itu
digolongkan menjadi buruk bagi paham ini. Paham ini lebih mementingkan menyati
dengan alam dalam melakukan seluruh aktifitasnya dan memenuhi seluruh
kebutuhannya.
8.
Menurut
Aliran Vitalisme
Aliran
ini merupakan bantahan terhadap aliran naturalisme sebab menurut paham
vitalisme yang menjadi ukuran baik dan buruk itu bukan alam tetapi vitae atau
hidup (yang sangat diperlukan untuk hidup). Aliran ini terdiri dari dua
kelompok, yaitu pertama vitalisme pessimistis (negative vitalis) dan kedua
vitalisme optimisme.
9.
Menurut
Aliran Gessingnugngsethik
Diprakasai
oleh Albert Scheitzer, seorang ahli Teologm musik, medik, filsuf dan etika yang
terpenting menurut aliran in adalah penghormatan akan kehdupan, yaitu sedapat
mungkin setiap makhluk harus saling menuling dan berlaku baik. Ukuran kebaikan
adalah pemelihataan akan kehidupan dan yang buruk adalah setiap usaha berakibat
kebinasaan dan menghalangi-halangi hidup.
10. Menurut Aliran
Idealisme
Sangat
mementingkan eksistensi akal pikiran manusia sebab pikiran manusialah yang
menjadi sumber ide. Ungkapan terkenal dari aliran ini adalah “segala yang ada
hanyalah yang tiada” sebab yang ada itu hanyalah gambaran/perwujudan dari alam
pikiran (bersifat tiruan). Sebaik apapun tiruan tidak akan seindah aslinya
(yaitu ide). Jadi yang baik itu hanya apa yang ada di dalam ide itu sendiri.
11. Menurut Aliran
Eksistensialisme
Etika
Eksistensialisme berpandangan bahwa eksistensi di atas dunia selalu terkait
pada keputusan-keputusan individu, Artinya, andaikan individu tidak mengambil
suatu keputusan maka pastilah tidak ada yang terjadi. Individu sangat
menentukan terhadao sesuatu yang baik, terutama sekali bagi kepentingan
dirinya. Ungkapan dari aliran ini adalah “ Truth is subjectivity” atau
kebenaran terletak pada pribadinya maka disebutlah baik, dan sebaliknya apabila
keputusan itu tidak baik bagi pribadinya maka itulah yang buruk.
12. Menurut Aliran
Marxisme
Berdasarkan
“Dialectical Materialsme” yaitu segala sesuatu yang ada dikuasai oleh keadaan
material dan keadaan material pun juga harus mengikuti jalan dialektikal itu.
Aliran ini memegang motto “segala sesuatu jalan dapatlah dibenarkan asalkan
saja jalan dapat ditempuh untuk mencapai sesuatu tujuan”. Jadi apapun dapat
dipandang baik asalkan dapat menyampaikan/menghantar kepada tujuan
13. Menurut Paham
Positivisme
Positivisme
adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya
sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan
metafisik. Tidak mengenal adanya spekulasi, semua didasarkan pada data empiris.
Sesungguhnya aliran ini menolak adanya spekulasi teoritis sebagai suatu sarana
untuk memperoleh pengetahuan (seperti yang diusung oleh kaum idealisme
khususnya idealisme Jerman Klasik).
Positivisme
merupakan empirisme, yang dalam segi-segi tertentu sampai kepada kesimpulan
logis ekstrim karena pengetahuan apa saja merupakan pengetahuan empiris dalam
satu atau lain bentuk, maka tidak ada spekulasi dapat menjadi pengetahuan.
Terdapat tiga tahap dalam perkembangan positivisme, yaitu:
·
Tempat
utama dalam positivisme pertama diberikan pada Sosiologi, walaupun perhatiannya
juga diberikan pada teori pengetahuan yang diungkapkan oleh Comte dan tentang
Logika yang dikemukakan oleh Mill. Tokoh-tokohnya Auguste Comte, E. Littre, P.
Laffitte, JS. Mill dan Spencer.
·
Munculnya
tahap kedua dalam positivisme berawal pada tahun 1870-1890 dan berpautan dengan
Mach dan Avenarius. Keduanya meninggalkan pengetahuan formal tentang
obyek-obyek nyata obyektif, yang merupakan suatu ciri positivisme awal. Dalam
Machisme, masalah-masalah pengenalan ditafsirkan dari sudut pandang psikologisme
ekstrim, yang bergabung dengan subyektivisme.
·
Perkembangan
positivisme tahap terakhir berkaitan dengan lingkaran Wina dengan
tokoh-tokohnya O.Neurath, Carnap, Schlick, Frank, dan lain-lain. Serta kelompok
yang turut berpengaruh pada perkembangan tahap ketiga ini adalah Masyarakat
Filsafat Ilmiah Berlin. Kedua kelompok ini menggabungkan sejumlah aliran
seperti atomisme logis, positivisme logis, serta semantika. Pokok bahasan
positivisme tahap ketiga ini diantaranya tentang bahasa, logika simbolis,
struktur penyelidikan ilmiah dan lain-lain.
14. Menurut Paham
Positivisme Logis
Dalam
perkembangannya, positivisme mengalami perombakan dibeberapa sisi, hingga
munculah aliran pemikiran yang bernama Positivisme Logis yang tentunya di
pelopori oleh tokoh-tokoh yang berasal dari Lingkaran Wina. Positivisme logis
adalah aliran pemikiran dalam filsafat yang membatasi pikirannya pada segala
hal yang dapat dibuktikan dengan pengamatan atau pada analisis definisi dan
relasi antara istilah-istilah. Fungsi analisis ini mengurangi metafisika dan
meneliti struktur logis pengetahuan ilmiah. Tujuan dari pembahasan ini adalah
menentukan isi konsep-konsep dan pernyataan-pernyataan ilmiah yang dapat
diverifikasi secara empiris. Tujuan akhir dari penelitian yang dilakukan pada
positivisme logis ini adalah untuk mengorganisasikan kembali pengetahuan ilmiah
di dalam suatu sistem yang dikenal dengan ”kesatuan ilmu” yang juga akan
menghilangkan perbedaan-perbedaan antara ilmu-ilmu yang terpisah.
15. Menurut Akal
Kebaikan
dan keburukan dalam penilaian akal merupakan salah satu pembahasan klasik dan
rumit dalam teologi Islam dan menjadi diskusi yang berkepanjangan dikalangan
para ilmuan. Para teolog Imamiah dan Mu’tazilah merupakan pendukung konsep
kebaikan dan keburukan dalam penilaian akal. Berdasarkan pandangan ini, akal
bisa menghukumi mana sebuah perbuatan yang baik dan buruk dengan tanpa bantuan
dan bimbingan syariat.
Menurut
teori ini, Tuhan tidak mungkin melakukan perbuatan yang tidak baik dan buruk.
Sementara Asyariah mengatakan bahwa kemampuan akal dalam menentukan baik dan
buruknya sebuah perbuatan tidak memiliki independensi sama sekali, dan meyakini
bahwa yang ada hanya baik dan buruk yang ditentukan agama. Dalam pandangannya,
perbuatan dikatakan baik apabila dihukumi oleh syariat adalah baik dan
perbuatan disebut buruk jika dikatakan oleh syariat ialah buruk. Suatu
perbuatan tersebut adalah kebergantungannya pada perintah dan larangan Tuhan.
16. Menurut Aliran
Utilitarisme (Teori Moral)
Utilitarisme
yakni kita harus bertindak sedemikian rupa sehingga menghasilkan akibat-akibat
sebanyak mungkin dan harus mengelakan akibat-akibat buruk. Kebahagiaan tercapai
jika ia memiliki kesenangan dan bebas dari kesusahan. Suatu perbuatan dapat
dinilai baik atau buruk sejauh dapat meningkatkan atau mengurangi kebahagiaan
sebanyak mungkin orang. Dalam pandangan utilitarisme klasik, prinsip utilitas
adalah kebahagiaan terbesar dari jumlah jumlah terbesar(the greatest happiness
of the greatest number).
Prinsip
utilitarian adalah bersih (dibandingkan dengan prinsip-prinsip moral lainnya),
memungkinkan bagi sasaran dan diskusi publik, dan memungkinkan keputusan dibuat
untuk dimana terlihat konflik (prima facie) keinginan yang legitimate.
Selanjutnya, dalam menghitung kenikmatan dan penderitaan terlibat dalam membawa
sebuah masalah aksi (the “hedonic calculus”), ada sebuah komitmen fundamental
terhadap persamaan derajat manusia. Prinsip utilitarian mengandaikan bahwa “one
man is worth just the same as another man” ada garansi bahwa dalam menghitung
the greatest happiness “setiap orang dihitung satu dan tak lebih dari sekali”.
Bagi
seorang Utilitarianis, dia akan melakukan pembohongan, dengan alasan
menyelamatkan nyawa lebih penting, dan apakah berbohong itu salah,
Utilitarianis akan mengatakan iya itu salah, tetapi menyelamatkan nyawa adalah
hal yang baik untuk dilakukan. Dalam hal inilah, baik dan benar ternyata tidak
selalu seiring dan sejalan. Kesimpulan dari aliran Utilitarisme ini adalah
“Teori kebahagian terbesar yang mengajarkan manusia untuk meraih kebahagiaan
(kenikmatan) terbesar untuk orang terbanyak. Karena, kenikmatan adalah
satu-satunya kebaikan intrinsik, dan penderitaan adalah satu-satunya kejahatan
intrinsik
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Akhlak adalah hal yang terpenting dalam kehidupan manusia karena akhlak
mencakup segala pengertian tingkah laku, tabi’at, perangai, karakter manusia
yang baik maupun yang buruk dalam hubungannya dengan Khaliq atau dengan sesama
makhluk. Akhlak ini merupakan hal yang paling penting dalam pembentukan
akhlakul karimah seorang manusia. Dan manusia yang paling baik budi pekertinya
adalah Rasulullah S.A.W.
Anas bin Malik
radhiallahu ‘anhu seorang sahabat yang mulia menyatakan: “Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia yang paling baik budi pekertinya.”
(HR.Bukhari dan Muslim).
Dari berbagai
kesimpulan di atas kami menarik kesimpulan bahwa akhlak adalah sesuatu sifat
yang harus dijaga dan dipelihara, karena merupakan kunci sukses untuk hidup.
akhak ialah bunga diri, indah dipandang mata, nikmat dirasa oleh hati dan
memberi manfaat. Intinya adalah mencapai keridhaan Allah SWT.
B. Saran
Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun dan bagi
pembaca semuanya. Serta diharapkan, dengan diselesaikannya makalah ini, baik
pembaca maupun penyusun dapat menerapkan akhlak yang baik dan sesuai dengan
ajaran islam dalam kehidupan sehari-hari. Walaupun tidak sesempurna Nabi
Muhammad S.A.W , setidaknya kita termasuk kedalam golongan kaumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad A.K. Muda. 2006. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia.
Jakarta: Reality Publisher. Hal 45-50
Abu
Bakar Jabir al-Jazairy, Pedoman dan program Hidup Muslim, CV Toha Putra,
Semarang, 1984, hlm 48.
Anton Bakker. 1984. Metode-Metode Filsafat, Jakarta:
Ghalia Indonesia.Hlm. 48
Asmaran,
Pengantar Studi Akhlak, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2002.
Ar-Rakhiqul
Makhtum,
hlm. 489–493
Asmaran
AS, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta:
Rajawali Press, 1992)
H.
A. Mudzakir dan H. Wardan, “Pendidikan Agama Islam Untuk SLTA Jilid II”.
Kota Kembang, Yogyakarta, 1988
Bertens, K. 2000. Etika. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Belajar
Akhlak, H.SULAIMAN RASJID, 2005 BANDUNG.
C.A, Van Peursen. 1980. Susunan Ilmu Pengetahuan J.
Drost, Jakarta:Gramedia,
Charles F. Andrain. Kehidupan Politik dan perubahan
Sosial, (Terjemahan Luqman Hakim), Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.Hlm 69
Dasar
– dasar Akhlak;, Prof. DR. ZAKIAH HARADJAT dkk, 1990, JAKARTA.
Irving Copi. 1976.
Introduction to Logic, New York: The Miridian Library.
Mansyur,
Akidah Akhlak II. Penerbit Ditjen Binbaga Islam, Jakarta, 1997,
Mubarak, Zakky, dkk. 2008. Mata Kuliah Pengembangan
Kepribadian Terintegrasi, Buku Ajar II, Manusia, Akhlak, Budi Pekerti dan Masyarakat.
Depok: Lembaga Penerbit FE UI.
Mustofa,
AKHLAK TASAWUF, Pustaka Setia, Banddung, 1997.
Nawawi
Muhammad. 1996. Nasehat Bagi Hamba Allah. Surabaya : Al-Hidayah
Drs.
H, Nasrun Rusli, SH, dkk. Materi pokok akidah akhlak 1 , Direktorat
jenderal pembianaan kelembagaan agama islam dan universitas terbuka.1993.
Pendidikan
Agama Islam, Drs. NANDANG l.HAKIM,1988, BANDUNG
Ritonga, A. Rahman. 2005. Akidah merakit
hubungan manusia dengan khaliknya melalui pendidikan anak usia dini. Surabaya:
Amalia
Robert C. Solomon. 1985. Introducing Philosophy: A Text
with Reading, (third edition), New York: Hacourt Brace Jovanovich, Hlm. 65
Rusli,
Nasrun, SH, dkk. Materi pokok akidah akhlak 1 , Direktorat jenderal
pembianaan kelembagaan agama islam dan universitas terbuka.1993.
Usamah,
Abu Masykur, “Aku Cinta Rosul shallallahu ‘alaihi wa sallam“, cetakan pertama
(Juni 2006/Februari 2007), , Penerbit: Darul Ilmi, Yogyakarta.
H.
Sukarna Karya dan H.A. Kadir Djailani, “Bimbingan Akhlak Untuk Siswa SMTP.
Jakarta, 1986
Yatimin
Abdullah, Studi Akhlak Dalam Perspektif Al-qur’an, (Jakarta: Amzah,
2007)
Zahruddin
AR, Sinaga, Hasanuddin, Pengantar Studi Akhlak, Raja Grafindo, Jakarta,
2004.
Zaharudin AR dan Aziz Dahlan. “Akidah Akhlak
Untuk Madarasah Aliyah Kelas I. Direktorat Jenderal Pembinaan
Kelembagaan Agama Islam. Departemen Agama RI. Jakarta, 1988
Zakie
al-Kaaf, Abdullah. 2002. Etika Islami. Bandung : Pustaka Setia